Puisi Lagu Dolanan
Ekspresi
hati yang senang dimanefastikan dalam bentuk lagu-lagu, tembang, atau nyanyian
yang bernilai keindahan yang mewakili suasana hati.
Menurut
Mitchell (2003:73) permainan bahasa, misalnya yang diperoleh lewat
sarana-sarana aliterasi, asonasi, rima, dan irama akan membuat anak menjadi
senang, merasa nikmat, menghilangkan kecemasan, dan menumbuhkan kesadaran diri
untuk belajar. Pada saat seperti inilah, baik secara sadar maupun tidak sadar,
kita telah memperkenalkan sastra dan menanamkan rasa keindahan kepada anak.
Perkenalan
sastra terhadap anak dapat dipandang sebagai pemicu dan perangsang munculnya
rasa keindahan yang telah dimiliki oleh anak.
Menurut
Edwards (2004:89) bahwa anak dibesarkan dan belajar tidak dalam kevakuman
budaya. Budaya yang dimaksud adalah berbagai adat kebiasaan, perilaku verbal
dan nonverbal, dan lain-lain sebagaimana yang didemonstrasikan secara konkret
di lingkungan keluarganya dalam mempengaruhi perjalanan dan perkembangan
kejiwaan anak.
Anak
memang belum dapat membaca, tetapi sudah dapat menerima rangsangan suara dan
gerak, maka lewat media suara dan gerak itulah nilai dan kenikmatan dan
keindahan diberikan. Sastra yang diperkenalkan kepada anak adalah sastra yang
bermediakan suara dan diperkuat dengan gerakan anggota badan yang mendukung.
Puisi yang diberikan kepada anak yaitu. Puisi-puisi yang dilagukan, pusi lagu,
dan jika cerita fiksi yang diberikan (setelah anak mampu memahami), maka cerita
itu adalah cerita yang dikisahkan secara lisan atau dibacakan dari buku.
(baca selengkapnya klik judul diatas)
(baca selengkapnya klik judul diatas)
1.
Puisi
Lagu, Nyanyian Anak
Syair
lagu atau tembang tidak lain adalah puisi. Tembang dapat pula disebut sebagai
puisi yang dilagukan, puisi lagu. Karya seni, puisi, termasuk puisi anak,
mengandung berbagai unsur keindahan khususnya keindahan bentuk bahasa.
Keindahan bahasa puisi lagu, juga tembang dolanan, dicapai lewat permainan
bahasa antara lain berupa berbagai bentuk paralelisme struktur dan perulangan,
baik perulangan bunyi maupun kata. Lewat permainan perulangan bunyi pada
kata-kata terpilih akan dapat dibangkitkan aspek persajakan dan irama puisi
yang menyebabkan puisi menjadi indah dan melodius.
Puisi-pusi
lagu dolanan berbahasa Indonesia pada umumnya dikenali penciptanya karena
ditulis ketika zaman sudah memasuki era modern. Kandungan makna puisi-puisi
dolanan terdapat bermacam-macam, misalnya berkaitan dengan masalah binatang,
lingkungan, pariwisata, kasih saying, humor, dan lain-lain. Dari sudut pandang
pendidikan, puisi-puisi lagu itu mengandung unsure-unsur pendidikan yang
bermanfaat bagi perkembangan anak.
Dari
segi bentuk dan bahasa, puisi-puisi lagu tersebut dapat dikategorikan ke dalam
genre puisi yang dibicarakan dibawah judul puisi anak. Puisi-puisi lagu itu
memberi input, menambah dan memperkaya bahasa anak.
Contoh:
BURUNG
KAKATUA
Burung
kakatua hinggap dijendela
Nenek
sudah tua giginya tinggal dua
Tektung
tektung tektung tralala
Tektung
tektung tektung tralala
Burung
kakatua
2.
Puisi
Tembang Dolanan
Puisi-puisi
tembang dolanan pada masyarakat (Jawa) tradisional, sesuai dengan namanya,
banyak yang biasa dinyanyikan anak-anak sambil bermain-main dengan
kawan-kawanya. Puisi-puisi lagu tersebut pada umumnya tidak dapat diketahui secara
pasti kapan penciptaanya dan mewaris secara turun-temurun secara lisan.
Puisi-puisi lagu tersebut sebagian telah dibukukan antara lain untuk menjaga
agar tidak hilang dari peredaran dan dapat diwariskan lewat media tulis,
misalnya seperti yang dilakukan oleh Prawiradisastra,dkk. (1993)
Keindahan
puisi tembang dolanan dapat dilihat dari segi kesastraan dan lagu yang
mendukungnya. Perpaduan antara keindahan syair, lagu dan musik pengiring, akan
menghasilkan bunyi yang bernilai estetis lebih lengkap.
Lagu
dolanan termasuk dalam puisi, yang dalam bahasa Jawa disebut sebagai geguritan,
yaitu geguritan tradisional. Lewat permainan bahasa itu dapat diperoleh suatu
pengucapan yang indah, luwes, menarik, dan mampu mengunggah rasa keindahan
dalam hati, menghanyutkan bagi pendengarnya.
Selain
lewat permainan kata dan struktur sintaksis, keindahan bahsa itu juga diperoleh
lewat pendayagunaan berbagai bentuk perbandingan (pepindhan), teka-teki
(cangkriman), peribahasa (paribasan), wangsalan, dan parikan.
Puisi-puisi
Jawa tradisional seperti yang berwujud tembang macapat, tembang tengahan, dan
tembang gedhe, bahkan memberikan persyaratan yang lebih ketat dalam pilihan
kata. Puisi-puisi tembang tersebut jumlah larik tiap lagu atau bait (guru
gatra), jumlah suku kata tiap larik (guru wilangan), dan bunyi akhir tiap larik
(guru lagu) sudah pasti dan tidak boleh dilanggar. Keindahan puisi-puisi
tembang tersebut justru dilihat dari ketaatanya terhadap aturan baku itu.
Tembang-tembang
dolanan sebagai suatu bentuk geguritan, karena tidak termasuk dalam kategori
berbagai jenis tembang diatas, tidak mensyaratkan secara ketat adanya jumlah
larik tiap lagu atau bait (guru gatra), jumlah suku kata tiap larik (guru
wilangan), dan bunyi akhir tiap larik (guru lagu) sudah pasti itu.
Ada
makna yang ditawarkan lewat puisi-puisi lagu dolanan itu yang dapat bermanfaat
bagi kehidupan, baik makna yang disampaikan secara tersurat maupun tersirat
yang pada umumnya terkait dengan kondisi masyarakat dan lingkungan sewaktu
puisi lagu itu diciptakan.
Secara
umum puisi-puisi lagu dolanan itu mengandung makna yang berkaitan anatara lain
dengan masalah adat-istiadat, budi perkerti, sopan santun, moral, dll.
Keindahan tembang doalanan itu diperoleh lewat unsure kejenakaan dan humor.
Puisi-puisi
lagu dolanan mampu memberikan fungsi rekreatif, hiburan yang segar untuk
mengajak pendengar bersenang-senang dan terdapat nilai-nilai yang bermanfaat.
Puisi
lagu dolanan yang berjudul “lir-ilir” yang bermakna simbolisasi religious yang
konon ciptaan Sunan Kalijaga.
Contoh:
LIR
ILIR
Lir-ilir, lir-ilir, tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar
Bocah angon, bocah angon, penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dododiro
Dododiro, dododiro, kumitir bedah ing pinggir
Dondomono, jlumatono, kanggo sebo mengko sore
Mumpung pandhang rembulane, mumpung jembar kalangane
Yo surako surak hiyo.
Tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar
Bocah angon, bocah angon, penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dododiro
Dododiro, dododiro, kumitir bedah ing pinggir
Dondomono, jlumatono, kanggo sebo mengko sore
Mumpung pandhang rembulane, mumpung jembar kalangane
Yo surako surak hiyo.
3.
Nursery
Rhymes
Curahan
kasih sayang orang tua terhadap anak lewat puisi-puisi lagu dolanan ketika
meninabobokan dan menimang bersifat universal. Artinya, dimana pun orang
melakukan aktivitas itu menurut cara dan latar belakang budayanya. Masyarakat
yang berlatar belakang bahasa Inggris, juga dikenal puisi-puisi lagu dolanan
itu, yaitu yang dikenal sebagai nursery rhymes atau nursery songs, puisi
anak-anak atau puisi-puisi lagu.
Mitchell
(2003:150) Nursery Rhymes merupaan puisi-puisi kesayangan yang telah mentradisi
dan karenanya merupakan bagian dari puisi lama yang bertradisi oral. Sebagai
tahap awal anak untuk berkenalan dengan puisi di kemudian.
Menurut
Hazard (via Scott, 1991:70) nursery rhymes tidak harus berupa syair-syair lagu
yang dinyanyikan, melainkan dapat dan sering hanya berupa bunyi music,
nyanyian, vocal, senandung, pengulangan bunyi-bunyi, irama-irama sederhana yang
mendapat penekanan, atau bunyi-bunyi bersajak dan berirama secara jelas, dan ketukan-ketukan tangan yang
berirama yang dikenal sebagai finger rhymes. Dipergunakan untuk meninabobokan
dan menyenangkan anak itu lebih sering hanyaa dimanfaatkan aspek lagunya.
Permainan
kata dan bunyi serta eksploitasi bentuk-bentuk perbandingan merupakan cara yang
universal untuk memperoleh efek keindahan puisi anak.
Contoh:
TWINKLE
TWINKLE LITTLE STAR
twinkle,
twinkle, little star
how i wonder what you are
up above the world so high
like a diamond in the sky
twinkle, twinkle, little star
how i wonder what you are
how i wonder what you are
up above the world so high
like a diamond in the sky
twinkle, twinkle, little star
how i wonder what you are
Kesimpulan: Puisi yang dikenalkan pada anak-anak/ sastra
anak yang popular dikategorikan menjadi
3 bahasa yaitu Bahasa Indonesia (bahasa yang digunakan sehari-hari), Bahasa
Jawa (Bahasa daerah lainnya), dan Bahasa Inggris (sebagai Bahasa
Internasional).
Sumber:
- Burhan,Nurgiyantoro. 2005. Sastra Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
- http://id.wikipedia.org/wiki/Lir-ilir
- http://lirik.kapanlagi.com/artis/johann_sebastian_bach/twinkle_twinkle_little_star
2 komentar:
ok, terimakasih
Artikel yang bagus, Bu Guru....
Terima kasih.
Posting Komentar